Saturday 14 November 2015

Kekeringan di Cilegon Makin Parah, Sumber Air Berkurang

Kekeringan di perbukitan yang termasuk Kota Cilegon, Banten, semakin parah. Sumber air kian berkurang sehingga antrean warga semakin panjang. Mereka harus menunggu sepanjang hari, bahkan semalaman untuk mendapatkan air. Warga berharap Pemerintah Kota Cilegon dapat membuat sumur bor.


Berdasarkan pantauan di Kampung Gunungbatur II, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Cilegon, Jumat (30/10), sebuah sumber air tampak sepi. Beberapa jeriken terlihat, tetapi tak ada seorang warga pun karena saluran air itu telah kering. Saluran itu masih mengeluarkan air dua bulan lalu.

Namun, sumber air itu kini ditinggalkan karena kekeringan kian parah. Tak jauh dari sumber air tersebut, ratusan jeriken dan galon tampak berderet. Warga beralih ke sumber lain, yakni tebing-tebing yang masih mengeluarkan air. Antrean pun kian panjang karena semakin banyak warga yang datang ke sana.

Mahmuri (24), warga Mekarsari, mengatakan, kekeringan memang bertambah parah. Tak hanya Kampung Gunungbatur II yang kekeringan. "Di Kampung Gunungbatur I (Kelurahan Mekarsari), kondisinya juga begitu. Warga harus berjalan kaki dengan jarak yang jauh lalu antre untuk mendapatkan air," katanya.

Mahmuri menjelaskan, Kecamatan Gerogol, Cilegon, yang terletak di perbukitan juga kekeringan. Upaya warga Gerogol untuk mendapatkan air tak jauh berbeda dengan mereka yang tinggal di Mekarsari. Warga berdatangan ke sumber air dari subuh hingga malam.

Bahkan, ada warga yang menunggu semalaman di sumber air hingga jeriken atau galonnya penuh. Di Kampung Gunungbatur I dan Gunungbatur II terdapat sekitar 300 keluarga. "Semua sulit mendapatkan air. Saya berharap, Pemerintah Kota Cilegon membuat sumur bor di Mekarsari," kata Mahmuri.

Menurut Karim (19), warga Mekarsari, kekeringan di kelurahannya sudah berlangsung sejak Juni lampau. Kadang-kadang, penjual air datang ke Mekarsari. "Warga berebutan membeli air. Tidak bisa membeli air dengan jumlah semau-maunya," ucapnya.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilegon Sam Wangge mengatakan, kekeringan di Cilegon terjadi di Kecamatan Pulomerak dan Gerogol. Bantuan air telah disalurkan untuk warga. Namun, bantuan itu tidak disukai untuk air minum.

"Karena itu, antrean warga di sumber-sumber air masih terjadi. Kalau air minum, mereka lebih suka mengambilnya dari sumber-sumber itu," katanya. Sementara bantuan air yang disalurkan BPBD Cilegon, menurut Sam, digunakan untuk mandi dan mencuci.

Sedot Rp 10,1 miliar

Dari Semarang dilaporkan, kekeringan sepanjang September-Oktober 2015 di Jawa Tengah telah menelan biaya Rp 10,1 miliar. Dana besar ini, sebagai biaya operasional untuk pengadaan dan penyaluran air bersih, dibagikan ke penduduk di 1.225 desa yang tersebar di wilayah Jawa Tengah.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Provinsi Jawa Tengah Sarwa Permana, Jumat (30/10), mengemukakan, penyaluran air bersih per kabupaten sesuai dengan jumlah desa yang mengalami kesulitan air. Besar dana penyaluran berkisar dari Rp 350 juta sampai Rp 400 juta.

"Hingga akhir Oktober ini, wilayah yang terdampak kekeringan 30 daerah dari 35 kabupaten dan kota yang ada. Meski demikian, jumlah desa yang terkena kekeringan bisa saja bertambah sampai musim hujan tiba," kata Sarwa Permana.

Siaga bencana

Untuk mengantisipasi kekeringan yang meluas, BPBD Jateng, Sabtu, akan menggelar Warga Siaga Bencana, termasuk siaga bencana kebakaran di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Apel siaga atas inisiatif warga Tawangmangu sedianya dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Kekeringan yang meluas juga dialami warga di wilayah Kota Semarang. Sejumlah warga di Kelurahan Sekaran, Kalisegoro, Ngijo, dan Kelurahan Sadeng, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, mulai mengeluh kesulitan air bersih.

Harianto, warga Sadeng, mengatakan, wilayah perumahan belum terjangkau fasilitas air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum Kota Semarang. Sebagai wilayah paling selatan Kota Semarang, lebih kurang 500 warga kesulitan air bersih setelah sumur-sumur dan tandon air di rumah-rumah penduduk kering.

"Kalau mengandalkan sumur dalam warga, sehari hanya bisa disedot sekali saat pagi hari. Air yang tersedia hanya cukup untuk mandi anak-anak karena air cepat sekali kering. Kami terpaksa membeli air dari perusahaan penyedia air bersih dengan truk tangki," kata Harianto.

Warga lain di Kelurahan Sekaran, Kota Semarang, Prayitno, berharap, pemerintah kota segera menyalurkan bantuan air bersih melalui truk tangki. Pembelian air bersih lewat perusahaan penyedia air bersih dinilai boros.

Harga air satu truk tangki kapasitas 5.000 liter sekitar Rp 150.000. Untuk memesannya, warga harus berebut dengan usaha isi ulang air minum yang juga memerlukan pasokan air bersih.

Tulisan ini dari Kompas.

No comments:

Post a Comment